Minta Pilkada Papua Ditunda, MRP Sarat Kepentingan Pragmatis

MRPBeberapa hari lalu, Majelis Rakyat Papua (MRP) meminta kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI untuk menunda pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2015 hingga tahun 2016 mendatang pada sebelas Kabupaten di Provinsi Papua. Alasan MRP atas permintaan tersebut adalah menjelang dan pada Desember setiap tahunnya, umat Kristiani di Papua sedang mempersiapkan perayaan Natal.

Dalam pernyataannya, MRP menyampaikan bahwa umat Kristen Papua pada bulan Desember mendatang masuk dalam masa-masa penantian atau masa adven yang biasanya digunakan untuk mempersiapkan diri menyambut Natal, sekaligus mempersiapkan rumah, lingkungan, dan gereja. Masa adven adalah masa yang selalu mendapat perhatian serius warga Papua, sehingga tidak boleh diganggu. Selain itu, MRP juga menegaskan bahwa pelaksanaan Pilkada yang dilaksanakan pada masa adven menjelang perayaan Natal akan merusak sendi-sendi kehidupan beragama dan dapat memicu perpecahan antar suku.

Jika ditinjau dari sisi religi keagamaan, maka dapat dikatakan pernyataan MRP bahwa pelaksanaan Pilkada pada masa Adven akan memicu perpecahan sangat tidak mendasar dan tidak dapat diterima secara logika. Dikutip dari berbagai sumber, masa Adven pada dasarnya merupakan masa pertobatan (seperti masa Pra-Paskah) dalam rangka menyambut kedatangan Kristus. Ciri-ciri perayaan masa Adven adalah ketenangan dan kesederhanaan, sebab penekanannya terletak pada pertobatan. Dengan demikian, masa Adven justru akan meminimalisir berbagai konflik yang akan muncul dalam pelaksanaan dan paska pelaksanaan Pilkada di Papua karena masyarakat Papua sedang dalam masa pertobatan.

Sekedar untuk diketahui oleh publik, sebenarnya permintaan MRP kepada KPU untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak di Papua sangat erat kaitannya dengan ditolaknya resolusi yang pernah disampaikan oleh MRP kepada KPU Provinsi Papua pada bulan Juni 2015 lalu terkait pelaksanaan Pilkada. KPU Provinsi Papua dengan tegas menolak melaksanakan resolusi MRP yang mengharuskan Bupati dan Wakil Bupati di Provinsi Papua harus berasal dari orang Papua asli. Dalam resolusi tersebut, MRP mendefinisikan orang asli Papua adalah mereka yang ayah dan ibunya berasal dari rumpun ras Melanesia suku-suku asli di Papua.

Pada saat itu KPU Provinsi Papua berpendapat bahwa secara kelembagaan, KPU tidak dapat melaksanakan resolusi tersebut dikarenakan tidak memiliki dasar hukum dan legalitas yang jelas. Selain itu, KPU Provinsi Papua juga mensinyalir munculnya isu “orang asli Papua” menjelang pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak yang tertuang dalam resolusi MRP berdasarkan Keputusan MRP Nomor 11 Tahun 2015 tersebut akibat ditunggangi oleh kepentingan politis pihak-pihak tertentu.

Selain penolakan melaksanakan resolusi MRP oleh KPU Provinsi Papua, permintaan MRP agar pelaksanaan Pilkada di Papua ditunda juga disebabkan oleh tidak diakomodirnya desakan MRP oleh Kemendagri dan KPU RI untuk diikutsertakan dalam proses Pilkada di Papua pada Agustus 2015 lalu. Desakan tersebut bertujuan agar MRP memiliki ruang untuk memberikan pertimbangan terkait profil Pasangan Calon Kepala Daerah. Namun keinginan tersebut tidak dapat diakomodasi KPU RI dengan alasan pilkada serentak telah melalui beragam proses dan jadwal penyelenggaraan yang padat sehingga sulit untuk diubah kembali.

Jika memang benar bahwa permintaan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak di Papua memiliki korelasi yang positif dengan ditolaknya resolusi MRP dan ditolaknya keikutsertaan MRP dalam proses Pilkada di Papua tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa masa Adven yang disampaikan oleh MRP hanyalah alasan untuk menunda Pilkada di Papua. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa MRP sama sekali tidak mendukung berbagai program pemerintah. Padahal, seperti yang kita ketahui bersama bahwa terbentuknya MRP merupakan amanah dari Undang-undang Negara Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua. Melihat kenyataan bahwa MRP tidak mendukung program pemerintah, maka sebaiknya Pemerintah Indonesia segera melakukan evaluasi atas pembentukan MRP tersebut.

Permintaan penundaan pelaksanaan Pilkada Serentak di Papua yang disampaikan oleh MRP secara umum juga akan menghasilkan kekecewaan bagi seluruh masyarakat Papua. Lembaga MRP yang dipercayai masyarakat Papua dan merupakan representasi kultural Orang Asli Papua tersebut saat ini justru telah ‘dikotori’ dengan berbagai kepentingan politik pragmatis pihak-pihak tertentu yang tidak bertanggungjawab dengan tujuan untuk menyengsarakan masyarakat Papua.

Leave a comment